Perseroan Terbatas merupakan sebuah badan hukum, maka sebagai badan hukum perseroan terbatas tentu juga menyandang hak dan kewajiban. Namun, apabila sebuah Perseroan tidak bisa memenuhi hak dan kewajibannya maka perseroan tersebut dapat berakhir, salah satu penyebab sebuah perseroan terbatas berakhir adalah karena pailit. Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU PKPU) dijelaskan:
“kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesan nya dilakukan oleh curator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”
Ketika sebuah perusahaan dinyatakan pailit maka ada akibat hukum yang diterima oleh perusahaan tersebut, dimana seluruh harta dari perusahaan akan dilikuidasi dan hasil dari penjualan seluruh aset perusahaan akan dibagi kepada kreditur sesuai dengan UU PKPU. Namun dalam hal ini UU PKPU tidak mengatur adanya pembagian hasil likuidasi kepada para pemegang saham, padahal pemegang saham adalah pemilik modal dan mempunyai modal seperti yang dijelaskan, dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas (UU PT) dijelaskan bahwa:
“saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
- Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
- Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi
- Menjalankan hak lainnya berdasarkan UU PT.”
Berdasarkan UU PT dijelaskan pada dasarnya pemegang saham memiliki hak atas pembagian dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi perusahaan. Keuntungan ini didapatkan berdasarkan hasil dividen atau keuntungan yang diperoleh perusahaan atas cash flow yang lancar dan nilai besarannya tergantung pada saham yang dimiliki oleh para pemegang saham.
Dalam setiap proses likuidasi suatu perseroan selalu diawali dengan asas publisitas dengan melakukan pengumuman melalui koran dan Berita Negara Republik Indonesia. Merujuk pada pasal 149 ayat (1) huruf c dan d UU PT yang selengkapnya berbunyi:
“kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi meliputi pelaksanaan:
- Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan;
- Pengumuman dalam surat Kabar dan Berita Negara Republlik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi;
- Pembayaran kepada kreditor
- Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidsi kepada pemegang saham; dan
- Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan. “
Berdasarkan ketentuan penjelasan UU PT di atas dapat dikatakan bahwa setelah dilakukannya pembayaran kewajiban terhadap seluruh kreditur dan apabila masih terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi tersebut maka sisa tersebut akan dibayarkan kepada seluruh pemegang saham. Ini adalah hak yang didapatkan oleh pemegang saham jika perusahaan perusahaan tersebut dinyatakan pailit dan berujung pada proses likuidasi.
Bagaimana jika ada kreditor yang tidak hadir dalam pencocokan piutang? Apakah kreditor tersebut dapat dianggap sebagai kreditor atau tidak? karena kreditor tsb tidak ikut menghadiri rapat pencocokan piutang.
untuk menjawab pertanyaan yang ditanyakan, perlu dipahami ketentuan dalam Pasal 127 (poin 4) Undang-Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menjelaskan bahwa dalam hal kreditor yang meminta pencocokan pitangnya tidak menghadap pada sidang yang telah ditentukan maka yang bersangkutan dianggap telah menarik kembali permintaannya dan dalam hal pihak yang melakukan bantahan tidak datang menghadap maka yang bersangkutan dianggap telah melepaskan bantahannya, dan hakim harus mengakui piutang yang bersangkutan. jadi berdasarkan penjelasan tersebut, kreditor wajib untuk menghadiri pencocokan utang maka hakim pengawas akan menganggap bahwa kreditor telah menarik utangnya dan utang tersebut tidak dapat diakui. demikian jawaban atas pertanyaan tersebut.