Kebijakan mengenai penetapan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan dikenal dengan istilah Daftar Negatif Investasi (DNI). DNI merupakan daftar yang harus dirujuk oleh penanam modal, sehingga bisa dikategorikan sebagai norma atau ketentuan yang berlaku di bidang pelayanan penanaman modal. DNI dibuat untuk melindungi ekonomi Indonesia, serta untuk memperluas peluang bisnis bagi penanam modal (investor).
Sebelum UU Cipta Kerja disahkan, yang menjadi aturan pelaksana dari UU 25/2007 tentang Penanaman Modal adalah Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal. Dimana dalam Perpres 44/2016 tersebut terdapat III lampiran. Yang pertama memuat mengenai Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Untuk Penanaman Modal, yang terdiri dari 20 bidang usaha. Lampiran kedua memuat mengenai Daftar Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan yang terdiri dari 145 bidang usaha. Dan lampiran ketiga memuat mengenai Daftar Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu yang terdiri dari 350 Bidang Usaha.
Dalam upaya menarik lebih banyak investor untuk membangun negara, pemerintah telah mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mempercepat proses administrasi dengan menjamin kepastian pemberian izin, kemudahan akses, transparansi, dan ketepatan waktu. Maka daripada itu disusunlah sebuah Undang-undang yang terkemas dalam bentuk Omnibus Law yaitu UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Dengan diundangkannya UU Cipta Kerja maka terjadi beberapa perubahan terhadap UU Penanaman Modal khususnya pada Pasal 12 yang mengatur mengenai bidang usaha terbuka dan tertutup. Sehingga dengan demikian, aturan pelaksananya pun diubah dengan Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang kemudian diubah kembali melalui Peraturan Presiden No. 49 Tahun 2021. Maka istilah Daftar Negatif Investasi (DNI) berubah menjadi Daftar Prioritas Investasi (DPI).
Pemerintah telah menyusun daftar industri prioritas. Investor yang menanam modal di industri prioritas berhak mendapatkan insentif. Insentif tersebut meliputi pengurangan pajak penghasilan untuk investasi (tax allowance), pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday), pengurangan penghasilan neto atas penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya (investment allowance). Insentif fiskal dan nonfiskal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan realisasi investasi, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja.
Daftar prioritas investasi terdiri atas tiga golongan sektor, yaitu sebagai berikut :
- Sektor prioritas.
Ada kriteria khusus agar suatu sektor dapat digolongkan ke dalam sektor prioritas. Sebagai gambaran, sektor tersebut harus merupakan proyek strategis nasional, padat modal, serta berorientasi pada kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau inovasi. Sektor tersebut juga harus berorientasi pada ekspor, termasuk dalam industri pionir (misalnya logam, kilang minyak, energi terbarukan, angkutan laut, dll.) dan menggunakan teknologi tingkat tinggi.
- Sektor yang diperuntukkan bagi koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian berusaha agar regulasi ini adil, baik untuk usaha kecil maupun besar. Untuk sektor dalam kategori ini, perusahaan besar wajib bermitra dengan UMKM setempat. Kemitraan ini merupakan kewajiban agar izin dan insentif dari BKPM dapat diberikan. BKPM menjamin bahwa UMKM informal dapat menjadi formal cukup dengan memperoleh Nomor Induk Berusaha, sehingga UMKM tersebut bisa mengakses fasilitas perbankan. Pemerintah daerah wajib memfasilitasi UMKM sekaligus kegiatan usaha mereka dalam bermitra, memperoleh modal, dan memasarkan produk.
- Sektor dengan persyaratan atau pembatasan tertentu.
Beberapa bidang usaha memiliki persyaratan terbuka, artinya bidang usaha dengan kepemilikan modal asing dan persyaratan modal dalam negeri 100%.
Ada 14 sektor yang terbuka untuk investor dalam daftar prioritas investasi, sementara enam sektor lainnya masih tertutup. Peraturan tersebut mencakup lebih dari 245 bidang usaha, termasuk bidang usaha krusial, seperti transportasi, energi, distribusi, jasa konstruksi, media, dan telekomunikasi. Dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha di Indonesia, sebanyak 153 industri ditujukan untuk koperasi dan UMKM. Pemerintah akan menetapkan kategori industri yang diperuntukkan bagi Koperasi dan UMKM berdasarkan tiga kriteria: Pertama, industri yang menggunakan teknologi sederhana; Kedua, bidang usaha yang kegiatan usahanya memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, dan memiliki warisan budaya yang bersifat khusus dan turun-temurun; Ketiga, bidang usaha yang modal usahanya (di luar tanah dan bangunan) tidak melebihi Rp10 miliar. Terdapat 46 industri yang memiliki persyaratan atau pembatasan khusus, serta 30 industri yang memiliki batas maksimum untuk modal asing (misalnya, angkutan laut yang modal asingnya maksimum 49%). Selain itu, ada 11 industri yang memiliki persyaratan modal dalam negeri 100% (contohnya industri kosmetik tradisional) dan dua industri yang memiliki persyaratan khusus untuk perizinan.
Penyertaan sektor tersebut dalam daftar prioritas investasi akan menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan utama untuk perusahaan yang bergerak di industri padat karya, berorientasi pada ekspor, farmasi dan alat kesehatan, energi terbarukan, serta infrastruktur, dan pertambangan dengan nilai tambah. Industri tersebut akan mendapatkan dukungan penuh serta insentif yang bermanfaat dari pemerintah.
Leave A Comment