Di era saat ini kemajuan digital tidak dapat lagi dihindari oleh setiap orang. Digital sudah sangat melekat di dalam setiap aspek kehidupan manusia tanpa terkecuali dalam proses bertransaksi. Perlu diketahui, pengertian transaksi secara konvensional adalah jual-beli yang dilakukan secara langsung yang dimana, antara penjual dan pembeli bertemu secara langsung dan proses bertransaksi menggunakan nilai tukar yang sah. Dalam hal ini adalah Uang Rupiah dan telah diatur dalam ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dijelaskan:
“Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam: a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau c. transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan seluruh transaksi yang dilakukan tanpa menggunakan Rupiah sebagai alat tukar bisa dikatakan sebagai Transaksi yang ilegal.
Secara umum Non-Fungible Token (NFT) berasal dari 2 (dua) kata yakni, “Fungibility” dan “Token”, fungibility adalah kemampuan sebuah aset untuk ditukar dengan aset serupa yang memiliki nilai sama. Ini sama seperti menukarkan uang kertas dengan nilai Rp 100 ribu dengan 2 (dua) lembar uang kertas yang bernilai Rp 50 ribu yang berarti nilai nya masih dalam hal yang sama. Sedangkan token adalah aset digital yang bisa mewakilkan barang, layanan dan bentuk nilai. Jadi, dapat diartikan NFT merupakan sebuah produk investasi turunan kripto (crypto) yang nantinya dapat ditukarkan dan disimpan datanya di dalam blockchain yang merupakan teknologi untuk penyimpanan data digital yang terhubung dengan kriptografi. Selain itu NFT juga disebut sebagai aset digital yang berbentuk karya seni atau barang koleksi seperti foto, gambar, lagu, rekaman suara, video, game dan sebagainya. Produk karya seni dapat untuk membeli sesuatu secara virtual. Walaupun NFT adalah turunan dari kripto, bukan berarti bahwa kedua hal itu sama. NFT dan kripto memiliki perbedaan yang diantaranya bentuk, tujuan dan penggunaannya.
Transaksi NFT sebagian besar diperdagangkan dengan menggunakan Ether (ETH) yang merupakan koin buatan Ethereum. Seluruh transaksi yang dilakukan bersifat elektronik, ketentuan di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dijelaskan:
“Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum dan memiliki konsekuensi terhadap hukum apabila terjadi pelanggaran dan kejahatan di dalam proses nya.
Beberapa permasalahan sering ditemui di dalam proses transaksi NFT:
- Belum terjaminnya keamanan transaksi dari penjual ke pembeli;
- Tidak dapat dibagi menjadi nilai yang lebih kecil sehingga harus membayar penuh;
- NFT dapat dicuri apabila marketplace tempat membeli tutup, tidak ada jaminan kalau; asset yang dimiliki aman karena bentuk asset dari NFT adalah aset digital;
- Aturan mengenai NFT belum diatur dan tidak ramah pengguna;
- Keberadaan bisni NFT termasuk ke dalam kategori pasar spekulatif.
NFT belum diatur secara khusus di dalam peraturan atau undang-undang di Indonesia. Pada saat ini pemerintah hanya melakukan pengawasan melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) yang dilakukan melalui SIARAN PERS NO.9/HM/KOMINFO/01/2022 Tentang Pengawasan Kementerian Kominfo terhadap kegiatan Transaksi Non-Fungible Token (NFT) di Indonesia di dalam ketentuan poin ke-2 (dua) dijelaskan:
“Menteri Kominfo telah memerintahkan jajaran terkait di Kementerian Kominfo untuk mengawasi kegiatan transaksi Non-Fungible Token (NFT) yang berjalan di Indonesia, serta melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan (Bappebti) selaku Lembaga berwenang dalam tata kelola perdagangan aset kripto.”
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dijelaskan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan, terkait dengan transaksi NFT di Indonesia masih belum jelas legalitasnya dan menimbulkan kekosongan hukum di dalamnya. Karena masih banyak terdapat permasalahan yang belum memiliki sebuah penyelesaian dan peraturan yang mengatur terkait dengan transaksi NFT belum eksplisit dan mengatur secara jelas. Tentu dalam hal ini akan menimbulkan sebuah kekosongan hukum dan membawa dampak penurunan terkait transaksi NFT. Hal ini dikarenakan pengawasan pemerintah yang dilakukan melalui KOMINFO hanya bersifat umum dan belum terkhusus pada transaksi NFT itu sendiri.
Apakah ADVANCE GLOBAL TECHNOLOGY mesin periklanan bisnis online itu ilegal atau resmi?
Izin menjawab Pak Agung, Advance Global Technology (AGT) adalah sebuah website yang menawarkan investasi dalam bentuk sewa iklan dengan jumlah modal yang sangat minimum. Mesin iklan yang disediakan oleh AGT ini, hanalah mesin fake yang disediakan dalam berbagai macam bentuk dan keuntungan investasi yang tentunya berbeda-beda. Semakin tinggi mesin iklan nyam aka semakin tinggi juga keuntungan yang didapatksn dari investasi iklan ini.
di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (POJK 1/2013) serta diatur pula di dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2014 (SEOJK 1/2014) tentang Penyampaian Informasi Dalam Rangka Pemasaran Produk dan/atau Layanan Jasa Keuangan, maka OJK menyusun Pedoman Iklan Jasa Keuangan sebagai Panduan bagi Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk dapat beriklan sesuai ketentuan.
Di dalam SEOJK 1/2014 dijelaskan di dalam pokok-pokok pengaturan mengenai informasi produk dan/atau layanan sebagai berikut:
a. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang akurat berdasarkan kejelasan referensi yang digunakan
b. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jujur berdasarkan informasi yang sebenarnya.
c. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk/atau layanan yang tidak menyesatkan sehingga tidak menimbulkan perbedaan antara penafsiran
d. PUJK wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan/atau layanan yang jelas berdasarkan informasi secara lengkap mengenai manfaat, biaya dan risiko termasuk melakukan konfirmasi kepada konsumen.
e. Kewajiban untuk menyediakan ringkasan informasi produk dan/atau kegiatan pemasaran dan iklan serta hal lain yang dapat dipersamakan dengan itu.
f. PUJK wajib menyampaikan informasi mengenai realisasi penerbitan dan/atau perubahan fitur produk dan/atau layanan jasa keuangan yang memerlukan persetujuan dari OJK, paling lambat 7 hari.
Berdasarkan ketentuan yang telah dijelaskan di atas, dijelaskan pula di dalam ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Pasal 17 ayat (1) a yang berbunyi:
”Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa”
Jadi, berdasarkan hal tersebut terkait dengan AGT masih belum jelas terkait dengan legalitas namun berdasarkan POJK dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen di jelaskan bahwa sebuah iklan tidak boleh menjadi media dan alat untuk menipu seseorang dan apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka iklan tersebut dapat dikatakan ilegal.