UU Nomor 29 tahun 2014 tentang Hak Cipta, menelurkan sejumlah perubahan bagi perlindungan hak atas ciptaan serta hak terkait. Kontroversi kian bergulir di berbagai media. Ada yang bilang ini sebuah kemajuan di bidang perlindungan hak cipta, namun ada juga yang mengatakan ini sebuah kemunduran perlindungan pemerintah terhadap nasib pemegang hak atas kekayaan intelektual di Indonesia.

Salah satu perubahan yang menarik untuk disoroti adalah dengan adanya kewenangan pembentukan Lembaga Manajemen Kolektif. Lembaga Manajemen Kolektif, berdasarkan Pasal 1 angka 22 UU Hak Cipta 2014 didefinisikan sebagai institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait untuk mengelola hak ekonominya dalam menghimpun dan mendistribusikan royalti.

Jika melihat dari apa yang didefinisikan dan digambarkan oleh UU Hak Cipta 2014 terhadap Lembaga Manajemen Kolektif ini, kita pastinya teringat dengan Yayasan Karya Cipta Indonesia yang sudah berdiri dari tahun 1980-an, jauh sebelum UU Hak Cipta 2002 ataupun 2014 ditelurkan.

Dengan hak pengelolaan yang diberikan oleh pemerintah kepada Lembaga Manajemen Kolektif, maka lembaga tersebut wajib mengadakan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik dan mengumumkan hasilnya kepada masyarakat. Sebagai konsekuensinya, Menteri berhak melaksanakan evaluasi kepada Lembaga Manajemen Kolektif paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun. Jika hasil evaluasi tersebut tidak memenuhi, maka Menteri dapat mencabut izin operasional lembaga tersebut.

Lembaga Manajemen Kolektif ini dapat didirikan oleh siapa saja dengan pengajuan permohonan izin operasional kepada menteri, dengan syarat-syarat sebagai berikut : Berbentuk badan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba; Mendapat kuasa dari Pencipta, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait untuk menarik dan mendistribusikan Royalti; Memiliki pemberi kuasa sebagai anggota paling sedikit 200 orang pencipta untuk bidang lagu dan/atau musik, atau paling sedikit 500 orang pemegang hak terkait dan/atau obyek hak cipta lainnya; Bertujuan menarik, menghimpun dan mendistribusikan Royalti; dan mampu menarik, menghimpun dan mendistribusikan Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait.

Lantas, dengan adanya Lembaga Manajemen Kolektif ini, apakah akan menciptakan aura persaingan antar lembaga-lembaga swasta yang dibangun guna memanajemen kolektivitas royalti dari karya-karya cipta ini? Ataukah menjadi angin segar bagi kepastian kiblat dari perkembangan YKCI sendiri? Kita lihat saja nanti.