Definisi apartemen dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 disebut sebagai “satuan rumah susun (sarusun)”. Sarusun menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian. Artinya, konstruksi sarusun adalah sebuah unit yang dipisahkan dari bangunan secara keseluruhan, serta memiliki fungsi sebagai tempat tinggal.
Secara umum, rumah susun terdiri atas empat golongan besar, yakni rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara dan rumah susun komersial. Pada rumah susun umum, pengelenggaraannya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pada rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.
Pada rumah susun negara, berfungsi sebagai hunian, tempat tinggal, sarana binaan keluarga dan penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Sedangkan rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakn untuk mendapatkan keuntungan. Rusun komersial inilah yang cocok digolongkan sebagai apartemen komersil.
Adapun kepemilikan sarusun, diwujudkan dengan sertifikat hak milik sarusun (SHM Sarusun), sebagaimana didefinisikan pada Pasal 1 angka 11 UU Rusun. SHM Sarusun tersebut merupakan tanda bukti kepemilikan atas sarusun, baik di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan.
aMerujuk pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), kepemilikan asing dimungkinkan dengan adanya kontruksi hak pakai, sebagaimana ternyata dalam Pasal 41 ayat (1).
Konstruksi hak pakai pada ayat ini didefinisikan sebagai hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-Undang ini.
Oleh karena Undang-Undang hanya memberikan celah bagi kepemlikan dalam wujud hak pakai bagi warga negara asing (sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 42 UUPA), maka Ibu harus memastikan apakah sarusun yang akan Ibu beli berdiri di atas tanah yang berstatus hak pakai atau tidak. Rusun sendiri, berdasarkan Pasal 17 UU Rusun dimungkinkan untuk dibangun di atas tanah pakai. Baik hak pakai yang diletakkan di atas tanah negara maupun di atas tanah pengelolaan.
Lebih khusus lagi, dalam PP Nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, WNA dapat memiliki unit Sarusun sebagaimana disebutkan pada Pasal 2 PP tersebut.
Selanjutnya, pada Peraturan Menteri Negara Agraria (Kepala BPN) No. 7 tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing, dinyatakan bahwa sarusun dapat dibeli oleh orang asing. Namun dibatas pada sarusun yang tidak termasuk dalam rumah sederhana atau rumah sangat sederhana.
Untuk itu perlu diketahui kriteria rumah sederhana (yakni pada Praturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 15 tahun 1997). Yakni, yang harga perolehan tanah dan rumah tidak lebih dari Rp 30.000.000,- dan luas tanah tidak lebih dari 200 m2 di daerah perkotaan, serta tidak lebih dari 400m2 di luar daerah perkotaan.
Kesimpulannya, sebelum membeli unit apartemen tersebut, saya sarankan untuk dipelajari terlebih dahulu konstruksi kepemilikan unit tersebut. Apakah memungkinkan atau tidak untuk dimiliki oleh seorang WNA.
Leave A Comment