Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, pengertian perjanjian adalah suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Dalam sebuah perjanjian terdapat obyek perjanjian atau dapat di sebut prestasi yang telah disepakati dan harus dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan apa yang telah di perjanjikan. Jika prestasi tersebut tidak terpenuhi maka akan lahirnya wanprestasi.
Berikut definisi dan pengertian wanprestasi menurut beberapa ahli:
- Menurut Yahya Harahap (1986), wanprestasi adalah sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.
- Menurut Abdul Kadir Muhammad (1982), wanprestasi adalah tidak memenuhi kewajiban yang harus ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena Undang-undang.
- Menurut Abdul R Saliman (2004), wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.
Menurut J. Satrio (1999) suatu hal tersebut dapat dikatakan wanprestasi apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut;
- Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
- Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
- Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
Mengacu pada hal di atas adapun tindakan wanprestasi juga sering dikaitkan dengan unsur penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP yaitu :
“Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau kedaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapus piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”
Perjanjian dan penipuan adalah dua perbuatan hukum yang berasal dari dua jenis aspek hukum yang berbeda. Pada umumnya kasus wanprestasi hanya dapat di selesaikan melalui pengadilan perdata, sedangkan kasus penipuan menjadi ranah pidnaa, akan tetapi tak menutup kemungkinan pada beberapa kasus keperdataan (perjanjian) penerapan pasal 378 KUHP dikaitkan dengan tindakan wanprestasi, sehingga pada prinsipnya penerapan Pasal 378 KUHP tersebut harus terlebih dahulu dibuktikan.
Dengan berkembangannya pola prilaku masyarakat muncul kecurigaan adanya niat pelaku penipuan untuk mendapatkan uang melalui pinjaman utang piutang kepada oranglain/korban.
Pada dasarnya untuk mencapai kesepakatan dalam perjanjian, para pihak harus memenuhi syarat sah perjanjian yang menurut pasal 1320 KUHPer, yaitu;
- Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Kesepakatan yang dimaksud ialah persetujuan dari para pihak untuk saling mengikat dengan menyesuaikan, yang menimbulkan akibat hukum sehingga kedua pihak harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing yang telah di sepakati.
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pihak-pihak yang melakukan kesepakatan pada perjanjian adalah mereka yang secara hukum telah cakap. Berdasarkan Pasal 1330 KUHPer mengatur tentang orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yaitu anak yang belum dewasa, orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
- Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu yang dimaksud sebagai syarat untuk sahnya perjanjian yaitu mengenai barang yang menjadi obyek perjanjian tersebut. Berdasarkan Pasal 1332 KUHPer, hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian.
- Suatu sebab yang halal
Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1336 KUHPer yang berisi Jika tidak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang sahih, ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, perjanjiannya namun demikian adalah sah. Sebab yang halal yang dimaksud pada pasal ini isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Adapun unsur-unsurnya ialah seperti adanya kesengajaan atau tidak sengaja, adanya maksud atau niat melakukan percobaan dengan merencanakan suatu perbuatan yang akan dilakukan. Untuk lebih jelasnya penjabaran unsur-usnur Pasal 378 KUHP tersebut ialah sebagai berikut;
- Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
Unsur ini menunjukan adanya kesengajaan dan memiliki niat untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri atau orang lain. Keuntungan yang dimaksud bukan hanya materiil saja tapi termasuk non-materiil.
- Secara melawan hukum
Unsur melawan hukum merupakan perbuatan dimana pelaku mengetahui perbuatan yang di larang oleh hukum, namu tetap sengaja dilakukan.
- Menggerakkan orang lain.
Unsur ini ditujukan bagi pelaku yang menggerakan korban dengan tujuan agar korban memberikan keuntungan kepadanya berupa benda materiil dan/atau non-materiil.
- Menggunakan berbagai cara.
Yang dimaksud pada unsur ini ialah tindakan yang dilakukan pelaku untuk mencapai tujuannya.
-
- Nama Palsu
Nama palsu adalah nama yang bukan merupakan nama aslinya atau sebenarnya. - Martabat Palsu
Martabat palsu atau kedudukan palsu merupakan kedudukan atau jabatan yang digunakan pelaku, untuk menunjukan bahwa dirinya mempunyai hak atau wewenang tertentu. - Tipu Muslihat
Tipu muslihat ialah tindakan-tindakan yang sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan kepercayaan orang atau memberi kesan pada orang yang digerakkan, seolah-olah keadaannya sesuai dengan kebenaran. - Rangkaian Kebohongan
Rangkaian kebohongan adalah kata-kata atau ucapan-ucapan yang menyesatkan atau berbeda dengan kenyataannya yang diucapkan secara meyakinkan agar dipercaya oleh korban atau orang yang digerakkan tersebut.
- Nama Palsu
Dari hal tersebut unsur-unsur perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP dapat dikatakan melangar ketentuan perjanjian mengenai sebab yang halal. Sehingga berdasarkan penjelasan di atas penerapan pasal 378 KUHP dalam perjanjian utang piutang (perbuataan perdata) harus terlebih dahulu dilakukan pembuktian terhadap dugaan adanya penipuan dalam perjanjian, yang mana jika terpenuhi para pihak dapat dikenakan sanksi pidana atas perbuatan yang dilakukannya.
Leave A Comment