Seiring berjalannya waktu prospek cerah investasi properti menjadi daya tarik bagi banyak orang, kebutuhan akan hunian di masa depan menjadi salah satu impian untuk segera diwujudnyatakan, oleh karena itu banyak pengembang yang berbondong-bondong menawarkan cicilan berbiaya rendah demi larisnya penjualan.
Pada dasarnya uang muka memiliki pengertian yang sama dengan uang panjar, yang mana dalam lingkup jual beli, penyerahan uang muka menjadi salah satu bentuk tanda jadi atau langkah awal untuk melangsungkan perjanjian, walaupun pada praktiknya ada juga pengembang yang menawarkan cicilan pembayaran dengan tanpa uang muka atau DP 0%.
Sebagaimana sebuah perjanjian penyerahan uang muka tersebut haruslah dilakukan sesuai dengan kesepakatan yakni sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi berikut :
“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat :”
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.
Sehingga setelah para pihak memberi kesepakatannya, maka keduanya harus menyepakati apa yang dikehendakinya yakni sesuai ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata:
“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”
Setelah para pihak telah menyepakati hal tersebut, lalu bagaimana kaitannya jika dalam kondisi tertentu, konsumen memintakan pengembalian uang muka? Seperti misalnya pembatalan oleh konsumen karena kondisi finansial yang tidak memadai, keadaan force majeure, dll atau tak menutup kemungkinan pembatalan yang dilakukan oleh pihak pengembang karena alasan-alasan yang disebutkan dalam perjanjian.
Menjawab hal tersebut para pihak sesungguhnya dapat mengacu kembali pada kesepakatan yang dibuatnya, khususnya ketentuan yang mengatur mengenai mekanisme pengembalian uang muka yang telah disepakati sebelumnya.Pada prinsipnya pengembalian uang muka tidak dapat dilakukan serta merta dengan adanya pembatalan, hal demikian diatur dalam Pasal 1464 KUH perdata yang berbunyi sebagai berikut :
“jika pembelian dilakukan dengan memberi uang panjar, maka salah satu pihak tidak dapat membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjarnya”
Oleh sebab itu pelaksanaan pengembalian uang muka harus kembali pada kesepakatan para pihak yakni sesuai ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, Berkaitan dengan itu terdapat aturan pengembalian uang muka yang diatur secara khusus dalam hal penyelenggaraan properti, sebagaimana tertuang dalam PP 12 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Misalnya aturan mengenai pengmbalian uang muka apabila pembatalan dilakukan bukan karena kelalaian konsumen maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 22 H ayat (2) ayat PP 12/2021, :
1. Dalam hal pelaku pembangunan lalai memenuhi jadwal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 F ayat (2) huruf a dan/atau huruf b, calon pembeli dapat membatalkan pembelian rumah tunggal rumah deret, atau rumah susun.
2. Dalam hal calon pembeli membatalkan pembelian rumah tunggal, rumah deret atau rumah susun sebagaimana dimaksud pad ayat (1), seluruh pembayaran yang diterima pelaku pembangunan harus dikembalikan sepenuhnya kepada calon pembeli.
3. Dalam hal pembatalan pembelian rumah tunggal, rumah deret, atua rumah susun pada saat pemasaran oleh calon pembeli yang bukan disebabkan oleh kelalaian pelaku pembangunan, pelaku pembangunan mengembalikan pembayaran yang telah diterima kepada calon pembeli dengan dapat memotong paling rendah 20% (dua puluh persen) dari pembayaran yang telah diterima oleh pelaku pembangunan ditambah dengan biaya pajak yang telah diperhitungkan.
4. Dalam hal kredit pemilikan rumah yang diajukan oleh calon pembeli tidak disetujui oleh bank atau perusahaan pembiayaan, pelaku pembangunan mengembalikan pembayaran yang telah diterima kepada calon pembeli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat memotong 10% (sepuluh persen) dari pembayaran yang telah diterima oleh pelaku pembangunan ditambah dengan biaya pajak yang telah diperhitungkan.
5. Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan secara tertulis.
6. Pengembalian pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau dalam hal terdapat sisa uang pembayaran setelah diperhitungkan dengan pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling lambat 30% (tiga puluh persen) hari kalender sejak surat pembatalan ditandatangani.
7. Dalam hal pengembalian pembayaran dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak terlaksana, pelaku pembangunan dikenakan denda sebesar 1‰ (satu per mil) per hari kalender keterlambatan pengembalian dihitung dari jumlah pembayaran yang harus dikembalikan.
Dari penjelasan di atas baik konsumen maupun pengembang dapat menentukan besaran pengembalian uang muka sesuai dengan kondisi yang sedang terjadi.
Leave A Comment