Mengacu pada Pasal 38 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999) setiap orang dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) jika mengetahui atau menduga bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap UU 5/1999.
Lalu, berdasarkan laporan tersebut, KPPU wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu maksimal 30 hari setelah menerima laporan, KPPU wajib menetapkan perlu/tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan. Dalam pemeriksaan lanjutan, KPPU wajib memeriksa pelaku usaha yang dilaporkan tersebut.
Pemeriksaan lanjutan yang dimaksud wajib diselesaikan oleh KPPU maksimal dalam waktu 60 hari sejak dilakukannya pemeriksaan lanjutan dan dapat diperpanjang maksimal 30 hari. Setelah selesai melakukan pemeriksaan maka KPPU wajib memutuskan telah terjadi atau tidaknya pelanggaran terhadap UU 5/1999.
Jika pelaku usaha dinyatakan bersalah, maka mengacu pada Pasal 118 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) KPPU berwenang untuk menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif yaitu:
- Penetapan pembatalan perjanjian;
- Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertical yang antara lain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, pengalihan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk rangkaian produksi;
- perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktik monopoli, menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, dan/atau merugikan masyarakat. Patut diperhatikan, yang diperintahkan untuk dihentikan hanya kegiatan/tindakan tertentu, bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan;
- perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;
- penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham;
- Penetapan pembayaran ganti rugi, yang diberikan kepada pelaku usaha dan pihak lain yang dirugikan; dan
- pengenaan denda minimal Rp. 1 miliar.
Mengacu pada Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“PP 44/2021”) sanksi administratif tersebut dikenakan:
- sesuai dengan tingkat atau dampak pelanggaran yang dilakukan;
- dengan memperhatikan kelangsungan kegiatan pelaku usaha; dan/atau
- dengan dasar pertimbangan dan alasan yang jelas.
Sehingga jika pelaku usaha berkeberatan dengan putusan KPPU, maka apakah pelaku usaha tersebut dapat mengajukan upaya hukum? Terkait dengan hal tersebut sebelumnya, wewenang penanganan pemeriksaan keberatan terhadap putusan KPPU merupakan wewenang Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 44 ayat (2) UU 5/1999. Namun, kini ketentuan tersebut telah diubah menjadi kewenangan Pengadilan Niaga, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 118 angka 2 UU Cipta Kerja.
Ketentuan mengenai pemeriksaan keberatan atas putusan KPPU oleh Pengadilan Niaga diatur lebih lanjut dalam Pasal 19PP 44/2021, yaitu:
- pelaku usaha mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga sesuai domisilinya maksimal 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan KPPU;
- pemeriksaan keberatan di Pengadilan Niaga dilakukan baik menyangkut aspek formil maupun materiil atas fakta yang menjadi dasar putusan KPPU;
- pemeriksaan keberatan dilakukan dalam jangka waktu minimal 3 bulan dan maksimal 12 bulan.
Leave A Comment