Pada prinsipnya, pengeluaran saham adalah upaya pengumpulan modal, maka kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demi kepastian, ketentuan ini menentukan bahwa Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri orang perorangan atau dimiliki Perseroan Terbatas. Larangan tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila Perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Mengenai jangkauan larangan pengeluaran saham baik untuk dimiliki sendiri maupum dimiliki oleh perseroan terbatas menurut Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Selanjutnya disebut sebagai “UUPT”), meliputi perseroan lain yang secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. Penjelasan Pasal 36 ayat (1) UUPT antara lain mengatakan, pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal, oleh karena itu kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Berdasarkan prinsip ini, demi kepastian hukum yang wajib membayar setor saham adalah pihak lain di luar Perseroan. Pasal ini menentukan, perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri.
Larangan tersebut termasuk juga larangan “kepemilikan silang” (cross holding) yang terjadi, apabila Perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yang memiliki saham Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung:
- Pengertian kepemilikan silang secara langsung, apabila Perseroan pertama memiliki saham pada Perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada satu “Perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama;
- Sedang pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan pada satu “perseroan antara” atau lebih dan sealiknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama.
Ketentuan larangan kepemilikan saham, tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh Perseroan berdasar:
- Perolehan karena hukum,
- Karena hibah, atau;
- Kaena hibah wasiat.
Dalam penjelasan Pasal 35 ayat (2) dikatakan, kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh Perseroan sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang, tidak dilarang jika pemilikan saham tersebut diperoleh berdasarkan perolehan karena hukum, hibah atau hibah wasiat. Sebab dalam peristiwa yang demikian, “tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan setoran dana”dari pihak lain sehingga tidak melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1).
Kemudian daripada itu meskipun Perseroan atas saham yang diperoleh berdasar peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat dibenarkan atau dibolehkan, namun Pasal 36 ayat (3) membatasi jangka waktu kebolehan kepemilikan oleh Perseroan:
- Hanya boleh dimiliki sendiri paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dari atau sejak tanggal perolehan;
- Sebelum lewat batas waktu tersebut, saham itu “harus dialihkan” kepada pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam Perseroan.
Apabila yang memperoleh pengalihan saham berdasar hukum, hibah atau hibah wasiat adalah Perseroan yang merupakan Perusahaan efek, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.
Sehingga kepemilikan silang saham yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru saja yang dilarang oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas, sedangkan untuk silang saham yang diperoleh dari adanya peralihan karena hukum dan atau jual beli, hibah dan wasiat tidak secara eksplisit dikatakan dilarang, namun dengan konsekuensi hukum bahwa terjadinya kepemilikan silang tidak boleh dibiarkan permanen dan harus dialihkan pada pihak lain dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.
Leave A Comment