Pada hari Jumat, 20 Agustus 2021 PPHBI telah menyelenggarakan webinar dengan Tema Aspek Legalitas Transaksi Elektronik dan Bukti Elektronik yang dibawakan oleh Bapak Prof. Dr. I.B.R. Supancana.
Webinar dibuka dengan penjelasan terkait pengaturan hukum transaksi elektronik baik yang diatur dalam rejim hukum internasional maupun rejim hukum nasional. Di Indonesia, transaksi elektronik diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) serta Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE).
Transaksi elektronik pada hakikatnya tidak lepas dari perjanjian atau kontrak elektronik yang mengikat para pihak, dimana para pihak yang melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati, kecuali ditentukan lain oleh para pihak. Dalam melakukan transaksi elektronik, pada umumnya kontrak elektronik dibuat atas dasar penawaran dan penerimaan. Penawaran dan penerimaan dapat dikomunikasikan secara online dan keabsahannya serta kemampuan untuk penegakannya tidak dapat disangkal. Misalnya, secara sederhana dapat dilihat pada saat melakukan transaksi online, kesepakatan antara penjual dan pembeli akan terpenuhi setelah pembeli melengkapi form dan menyetujui terms and conditions atau syarat dan ketentuan yang ditawarkan oleh penjual. Hal inilah yang membuat keabsahan kontrak elektronik sangat bergantung kepada kemampan melakukan kesepakatan secara sah dan mengikat secara online, karena pesan data dapat dianggap sebagai informasi tertulis apabila informasi yang terkandung di dalamnya dapat diakses atau digunakan sebagai acuan selanjutnya.
Kemudian dalam hal pembuktian, sepanjang persyaratan-persyaratan yang dapat diasosiasikan sebagai persyaratan tertulis dapat dipenuhi, maka kontrak elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah. Persyaratan yang dimaksud adalah dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, kerahasiaannya, keteraksesannya, dan tidak disangkal keberadaannya oleh para pihak. Begitupun terkait tanda tangan elektronik, pada Pasal 11 ayat (1) UU ITE jo Pasal 53 PP PSTE menyatakan bahwa tanda tangan elektronik mempunyai kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah sepanjang memenuhi persyaratan.
Di akhir webinar, pembicara dan para peserta melakukan diskusi melalui sesi tanya jawab untuk membahas lebih lanjut terkait sengketa yang pernah terjadi dalam pelaksanaan transaksi elektronik.
Leave A Comment