Suatu Perseroan Terbatas (PT) memiliki 3 organ, yaitu Direksi, Dewan Komisaris, dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), “berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”. Sederhananya, sebagaimana diatur dalam Pasal 92 ayat (1), yaitu bahwa “Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan”.
Direksi memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang besar dalam pengurusan Perseroan. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, Direksi diberikan kapasitas yang luas untuk bertindak mewakili Perseroan demi kepentingan Perseroan. Dalam menjalankan tugasnya dan dengan kapasitas yang begitu luas itu, Direksi harus beritikad baik dan penuh tanggung jawab. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya (Pasal 97 ayat (2) UUPT). Pengecualian dari kewajiban bertanggung jawab penuh tersebut hanya diberikan apabila Direksi yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa (Pasal 97 ayat (5) UUPT):
- Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
- Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
- Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
- Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Salah satu tugas Direksi sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UUPT adalah kewajiban untuk menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS, yang memuat:
- Laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
- Laporan mengenai kegiatan Perseroan;
- Laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
- RIncian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;
- Laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
- Nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
- Gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
Laporan tahunan yang disampaikan kepada RUPS tersebut kemudian disahkan, yang menjadi cerminan bahwa Direksi telah melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan baik. Dengan disahkannya laporan tahunan tersebut, biasanya Direksi memperoleh apa yang disebut dengan acquit et de charge, atau pelepasan dan pelunasan tanggung jawab. Hal ini berarti bahwa Direksi dibebaskan dari tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilaksanakannya, sehingga Direksi tidak dapat dituntut untuk bertanggung jawab apabila terjadi kerugian pada Perseroan.
Perlu dipahami bahwa acquit et de charge tidak secara otomatis diberikan dengan menyerahkan laporan tahunan kepada RUPS. Untuk dapat memperoleh acquit et de charge, seluruh tindakan Direksi harus telah sesuai dengan ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar. Beberapa Pasal UUPT yang harus diperhatikan di antaranya:
- Pasal 97 UUPT terkait itikad baik dan tanggung jawab Direksi dalam melaksanakan pengurusanPerseroan;
- Pasal 100 UUPT terkait kewajiban Direksi membuat dan memelihara daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, risalah rapat Direksi, dll;
- Pasal 101 UUPT terkait kewajiban Direksi melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimilikinya dan/atau keluarganya dalan Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus;
- Pasal 66 – 69 UUPT terkait pembuatan laporan tahunan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa acquit et de charge hanya diberikan atas tindakan Direksi yang tercatat dalam laporan tahunan yang dipertanggungjawabkan kepada RUPS, dan telah berkesesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar. Tindakan di luar itu menjadi tanggung jawab pribadi Direksi dengan segala akibat hukumnya.
Pada dasarnya mengenai acquit et de charge ini tidak diatur dalam UUPT secara tegas, namun penting untuk diketahui, terutama bagi Direksi terkait dengan jangka waktu jabatannya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 94 ayat (3) UUPT, menyatakan bahwa Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Dalam hal jangka waktu jabatan seorang Direktur telah habis dan ia tidak diangkat kembali, berarti ia telah turun dari jabatannya dan terlepas dari tugas-tugasnya sebagai Direktur. Dengan demikian, sangat penting bagi Direksi untuk dapat memperoleh acquit et de charge yang tegas dinyatakan dalam RUPS sesuai mekanisme yang sah dan diakui, agar ia dibebaskan dari tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukannya selama menjabat.
is it normal for a company to request for acquit et de charge as per of their AGM?
In practice, it is usually the resigning Director that requests for acquit et de charge and for the GMS to grant.