Outsourcing atau lebih dikenal dengan alih daya (dalam UU Cipta Kerja) merupakan hal yang sering kita dengar dalam lingkup ketenagakerjaan, terkadang outsourcing juga sering diartikan sebagai karyawan kontrak, akan tetapi hal demikian pada prinsipnya memiliki suatu pengertian yang berbeda. Secara umum outsourcing merupakan penyerahan sebagian pekerjaan kepada pihak ketiga atau pemborongan perkerjaan sedangkan karyawan kontrak adalah berbeda yakni karyawan yang direkrut oleh Perusahaan dan melaksanaan pekerjaan kontrak dengan jangka waktu tertentu.
Sebagaimana kita ketahui sebelum adanya uu cipta kerja outsourcing memiliki jangka waktu kerja yang berbeda dengan karyawan kontrak, yakni penghitungan masa kerja outsourcing ialah berdasarkan kontrak yang disepakati bersama perusahaan yang merekrut mereka, sedangkan karyawan kontrak lebih dikenal dengan karyawan yang dipekerjakan untuk pekerjaan yang akan selesai dalam jangka waktu tertentu atau dengan kata lain sering disebut dengan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu).
Dalam UU Ketenagakerjaan sebelum dikeluarkannya UU Cipta Kerja aturan mengenai outsourcing secara tersirat dijelaskan dalam Pasal 64 dan Pasal 65 UU Ketenagakerjaan, dalam isi pasalnya menjelaskan bahwa Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaann pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja buruh yang dibuat secara tertulis, selain itu dalam Pasal 65 juga dijelaskan bahwa pekerjaan outsourcing itu dilakukan secara terpisah dari pekerjaan utamanya, dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi perkerjaan, merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan dan tidak menghambat prosed produksi secara langsung.
Perlu kita ketahui, lahirnya UU Cipta Kerja memberikan warna baru bagi ketentuan hukum dalam UU Ketenagakerjaan, yakni dengan menghapus Pasal 64 dan Pasal 65 UU Ketenagakerjaan tersebut, hal ini yang kemudian diatur lebih lanjut dalam turunan UU Cipta Kerja, yakni dalam PP No.35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, yang mana didalamnya mengatur mengenai hak dan kewajiban perusahaan alih daya dengan pekerjaannya.
Contoh pekerjaan dari penjelasan pasal di atas ialah seperti bidang kebersihan (cleaning service), keamanan (security), operator telepon (call center), pekerjaan manufaktur, kurir atau supir (driver), penyedia makanaan (catering) dan lain sebagainya. Dalam PP 35/2021 tersebut menerangkan bahwa perusahaan alih daya bertanggung jawab penuh terhadap semua yang timbul akibat hubungan kerja, yang mana perlindungan buruh, upah syarat kerja, dan perselisihan yang muncul tersebut dilaksanakan sesuai peraturan dan menjadi tanggung jawab Perusahaan outsourcing, hal demikian diatur dalam perjanjian kerjam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Lalu apa saja hak pekerja outsourcing tersebut? Yakni sebagaimana diatur juga dalam Pasal 19 PP 35/2021 yaitu :
1. Dalam hal Perusahaan Alih Daya mempekerjakan Pekerja/Buruh berdasarkan PKWT maka Perjanjian Kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan pelindungan hak bagi Pekerja/Buruh apabila terjadi pergantian Perusahaan Alih Daya dan sepanjang obyek pekerjaannya tetap ada.
2. Persyaratan pengalihan pelindungan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jaminan atas kelangsungan bekerja bagi Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT dalam Perusahaan Alih Daya.
3. Dalam hal Pekerja/Buruh tidak memperoleh jaminan atas kelangsungan bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Alih Daya bertanggung jawab atas pemenuhan hak Pekerja/Buruh.
Selain itu dalam PP 35/2021 ini juga mengatur mengenai pemenuhan kesejahteraan yang juga menjadi hak pekerja outsourcing yang diantaranya meliputi upah minimum, hak cuti, dan waktu isitirahat, oleh karena itu dengan adanya PP ini hubungan kerja antara Perusahaan Alih Daya dengan Pekerja/Buruh yang dipekerjakan, sudah didasarkan pada PKWT atau PKWTT yang dibuatkan secara tertulis diantara keduanya atau dengan kata lain pekerja outsourcing dapat dilibatkan terhadap pekerjaan utama.
Maaf mau bertanya, karena saya juga sebagai pekerja outsourcing dari Dinas dan sudah d limpahkan ke pihak PT, sata saya mau bertanya karena vanyak sekali hak – hak pekerja outsourcing seperti saya yang tidak mendapatkan hak tang seharusnya kami semua dapat dari oihak perysahaan,
Bagaimana jika pekerja outsourcing tidak mendapatkan haknya seperti :
1. Tidak adanya istirahat / Cuti tahunan atau mingguan
2. Tidak mendapatkan jaminan kesehatan
3. Tidak ada uang lembur atau kompensasi tunjangan tahunan.
4. Upah tidak sesuai dari UMP/UMR/UMK pada daerah tempatbnya bekerja.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu dipahami bahwa pekerja outsourcing yang dilimpahkan ke dalam suatu Perseroan Terbatas (PT) adalah didasarkan pada Perjanjian antara Perusahaan Outsourcing dengan PT tempat dimana Pekerja outsourcing dilimpahkan, bukan didasarkan pada Perjanjian antara Pekerja outsourcing dengan PT yang dimaksud.
Berangkat dari hal tersebut, bagaimana jika pekerja outsourcing tidak mendapatkan hak nya seperti :
1. Tidak ada waktu istirahat, cuti tahunan atau hari libur
2. Tidak mendapatkan jaminan kesehatan
3. Tidak ada upah lembur atau kompensasi tunjangan tahunan.
4. Upah tidak sesuai dengan UMP/UMR/UMK di daerah tempatnya bekerja.
Maka, pekerja outsourcing dapat mempertanyakan hak-hak tersebut kepada Perusahaan Alih Daya, bukan kepada Pihak Perseroan Terbatas (PT) atau tempat dimana pekerja outsourcing dilimpahkan. Hal ini dikarenakan bahwa pada prinsipnya jaminan pelindungan hak pekerja outsourcing adalah tanggung jawab dari Perusahaan Alih Daya. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian disebutkan menyebutkan bahwa :
Pelindungan Pekerja/Buruh, Upah, Kesejahteraan, Syarat Kerja, dan Perselisihan yang timbul dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab Perusahaan Alih Daya.
Lebih lanjut mengacu pada Pasal 19 PP 35/2021, disebutkan bahwa :
(1) Dalam hal Perusahaan Alih Daya mempekerjakan Pekerja/Buruh berdasarkan PKWT, maka Perjanjian Kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan pelindungan hak bagi Pekerja/Buruh apabila terjadi pergantian Perusahaan Alih Daya dan sepanjang obyek pekerjaannya tetap ada.
(2) Persyaratan pengalihan pelindungan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jaminan atas kelangsungan bekerja bagi Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT dalam Perusahaan Alih Daya.
(3) Dalam hal Pekerja/Buruh tidak memperoleh jaminan atas kelangsungan bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Alih Daya bertanggung jawab atas pemenuhan hak Pekerja/Buruh.
Apabila perusahaan alih daya tidak melaksanakan tanggung jawabnya untuk memenuhi hak para pekerja outsourcing, maka berdasarkan Pasal 61 ayat (1) PP 35/2021, Perusahaan Alih Daya yang dapat dikenai sanksi berupa :
a. Teguran tertulis;
b. Pembatasan kegiatan usaha;
c. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
d. Pembekuan kegiatan usaha.
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud di atas dapat diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan yang berasal dari adanya Pengaduan, dan/atau tindak lanjut hasil pengawasan ketenagakerjaan.
Menanggapi pertanyaan Erawati dan pernyataan Julia Wilma, Berarti artinya Dinas terkait yang seharusnya bertanggung jawab bukan PT yang dilimpahkannya? yang saya tahu dinas yang mempekerjakan pekerja lalu dilimpahkan kepada PT dalam bentuk outsourching, pihak dinas biasanya telah menyerahkan sejumlah Pagu anggaran atas jasa kepada PT yang menerima limpahan pekerja dengan status outsourching dengan suatu bentuk perjanjian kerjasama. Pertanyaan timbul karena Dinas bukan lah perusahaan alih daya dan PT yang dilimpahkan tenaga outsourching tsb dari Dinas adalah PT penyedia tenaga kerja atau pihak perusahaan outsourching juga..lalu siapa yang bertanggung jawab atas hak – hak tenaga outsourching??
Berdasarkan penjelasan kami sebelumnya, bahwa pada prinsipnya hak pekerja outsourcing adalah menjadi tanggung jawab dari perusahaan outsourcing, bukan perusahaan tempat pekerja outsourcing dilimpahkan.
Untuk menjawab pertanyaan saudara, maka perlu ditinjau kembali kontrak kerja dari pekerja outsourcing tersebut. Mengingat kontrak kerja merupakan hubungan kerja yang dibuat antara pekerja outsourcing dan pemberi kerja outsourcing, maka hak pekerja outsourcing timbul atas kontrak kerja tersebut.
Mohon petunjukx, sy bekerja sdh sekitar 25 tahun, yang d perbantukan d wilayah kerja PT, PLN / gardu induk. sejak jDesember saya mendapat surat PHK dari magemen perusahaan, PT Pagun Cahaya Nusantara (PT.PCN) tapi hingga saat ini sy sama sekali tidak menerima santunan apapun
Pada hakikatnya hak akibat pemutusan hubungan kerja bagi Para Pekerja, termasuk Pekerja Outsourcing, diatur dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 (PP 35/2021), dimana pada ayat (1) disebutkan bahwa :
“Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”
Maka dapat dilihat hak-hak pekerja yang terkena PHK antara lain :
1. Uang Pesangon dan/atau Penghargaan Masa Kerja
2. Uang Penggantian Hak
Jika sudah bekerja sekitar 25 tahun, berdasarkan ketentuan dalam pasal 40 ayat (2), (3) dan (4) maka pekerja yang di PHK berhak untuk mendapatkan :
1. Uang pesangon dengan masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, diberikan 9 (sembilan) bulan Upah;
2. Uang penghargaan masa kerja dengan masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, diberikan 10(sepuluh) bulan upah;
2. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk Pekerja/Buruh dan keluarganya ke tempat dimana Pekerja/Buruh diterima bekerja; dan
c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Disamping ketentuan di atas, besaran pemberian uang pesangon, uang pengharagaan masa kerja, dan uang penggantian hak, dapat diberikan berdasarkan alasan-alasan Perusahaan melakukan PHK, sebagaimana diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 59 PP 35/2021.
IZIN BERTANYA mba/ mas..
saya bekerja melalui outsourching, yang menjadi pertanyaan saya, apabila saya ingin menunaikan ibadah haji, apakah ada hak cuti untuk pekerja yang ingin ibadah haji untuk karyawan outsourching sperti saya ?