Dewasa ini, persaingan barang dan jasa yang beredar di pasaran cukup tinggi. Hal ini dipacu oleh tingginya diferensiasi produk yang beredar namun sering disertai oleh gesekan-gesekan antar pelaku usaha, terutama dalam tahap pemasaran produk. Pada saat inilah, Hak Kekayaan Intelektual hadir sebagai solusi.
Secara umum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hak eksklusif yang melekat pada pemegang hak, sehingga memberikan keistimewaan bagi pemegangnya untuk memanfaatkan atau menggunakannya dalam menciptakan atau memproduksi benda material bentuk jelmaannya. HKI menurut organisasi internasional yang khusus membidangi kekayaan intelektual, World Intellectual Property Organization (WIPO), terbagi menjadi dua bidang besar, yakni Hak Cipta dan Hak Perindustrian. Lebih lanjut lagi, hak perindustrian diklasifikasikan lagi menjadi hak paten, model dan rancang bangun (utility models), desain industri, merek dagang, nama dagang, sumber tanda atau sebutan asal (indication of source or appellation of origin). Atas klasifikasi tersebut, World Trade Organization (WTO) menambahkan dua bidang lagi, yaitu varietas baru tanaman dan desain tata letak sirkuit terpadu.
Sayangnya, pentingnya perlindungan HKI bagi masyarakat Indonesia masih seringkali hanya diidentikan dengan usaha-usaha kelas kakap. Padahal tidak demikian adanya. Perlindungan terhadap aspek-aspek bisnis yang dimiliki oleh para pengusaha UKM pun tidak kalah penting. Seringkali para pengusaha tidak sadar bahwa dirinya mengalami pencurian karya intelektual, hingga dampak-dampak negatif pun dirasakannya, seperti : merek usahanya diduplikasi pelaku usaha lain, bumbu rahasia usahanya dicuri oleh pelaku usaha pesaing, karya seninya diadaptasi oleh seniman lain, karya literaturnya diplageat, penemuan-penemuan yang dilakukannya dipakai oleh pihak lain dan sebagainya.
Salah satu bidang perlindungan HKI yang identik dengan kegiatan bisnis adalah perlindungan merek. Merek, menurut Pasal 1 poin 1 UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka, warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dari pengertian ini dapat ditarik beberapa poin penting dari merek, yakni sebagai pembeda dan peruntukannya bagi kegiatan perdagangan. Jadi, merek hadir sebagai pengenal untuk membedakan sebuah produk dengan produk lain, serta digunakan untuk kegiatan bisnis. Dengan statusnya sebagai pembeda ini, secara tidak langsung merek menjamin bentuk dan kualitas produk yang diperdagangkan oleh pembuatnya. Selain itu, merek juga berfungsi sebagai penjamin nilai hasil produksi suatu barang, terutama mengenai kualitas dan kemudahan pemakaiannya.
Bertolak dari penjelasan di atas, maka perlu disadari adanya elemen terpenting dari merek yakni pendaftaran hak merek itu sendiri. Tidak seperti karya cipta, pendaftaran pada karya merek bukanlah suatu opsi dalam hal bukti kepemilikan, melainkan suatu kewajiban dan memiliki fungsi-fungsi esensial, seperti : sebagai alat bukti utama kepemilikan hak serta sebagai wujud penolakan dan pencegahan terhadap merek yang sama. Untuk itu, wajar jika kelalaian pendaftaran merek dapat menimbulkan kerugian bagi pengusaha dan sengketa pada akhirnya.
Adapun proses pendaftaran merek ini dapat dimulai dengan pengajuan permohonan secara tertulis kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual atau dapat dikuasakan kepada Konsultan Kekayaan Intelektual. Dalam pendaftaran merek pun tidak dikenal dengan sistem daftar ulang, melainkan berupa satu kali pendaftaran untuk periode kepemilikan selama sepuluh tahun dan dapat diperpanjang dengan tambahan durasi sepuluh tahun berikutnya.
Andrew Betlehn, S. Kom, M.M, Konsultan Hak Kekayaan Intelektual pada Dhaniswara Harjono and Partners Law Firm, Gedung Arva, Jalan RP Soeroso No. 40, Gondangdia Lama, Jakarta Pusat Telp : (021) 315 2090, 316 20 91, www.dhaniswara-lawfirm.com